Semangat Inovasi - KliKata.co.id

Keterangan Ahli Prof. Dr. Kurnia Warman, SH, M.Hum Terkait IMB Dalam Persidangan Gugatan...
Demo mahasiswa UFDK Atas Permasalahan YFDK dengan Pemko Bukittinggi| Foto: Adith
News / Daerah

Keterangan Ahli Prof. Dr. Kurnia Warman, SH, M.Hum Terkait IMB Dalam Persidangan Gugatan YFDK vs Pemko Bukittinggi di PTUN Padang

Sabtu, 22 Juli 2023 09:07 WIB oleh admin

klikata.co.id|Padang|Prof.Dr.Kurinia Warman, SH, M.Hum memberikan keterangan dan pendapatnya sebagai ahli sesuai dengan pengetahuannya dibawah sumpah pengadilan pada persidangan, Rabu 23 Juni 2021, terkait gugatan Yayasan Fort De kock atas permasalahan IMB yang tidak diterbitkan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi di PTUN Padang. Adapun Martias Wanto, Sekda Bukittinggi dalam keterangan Persnya dihadapan wartawan , Jumat 14 Juli 2023, menyampaikan bahwa Univeristas Fort De Kock telah melanggar izin mendirikan bangunan.

"Namun karena adanya aksi demo mahasiswa yang artinya sudah disampaikan ke khalayak ramai, dengan berat hati harus kami jawab satu persatu, sebenarnya ada pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kampus Fort De Kock, itu sudah sampai SP3 sejak jaman Wako Ramlan dan memerintahkan merobohkan bagian bangunan kampus yang melanggar, namun tidak juga kami eksekusi karena pembelaan ke dunia pendidikan" kata Martias Wanto

Pernyataan Martias Wanto, Sekda Bukittinggi terkait IMB YFDK tersebut ditanggapi oleh Kuasa hukum YFDK, Didi Cahyadi Ningrat, SH. Saat diwawancarai oleh klikata.co.id, Sabtu 22 Juli 2023, Didi menyampaikan bahwa Martias Wanto , Sekda Bukittinggi telah melakukan pembohongan publik.

"Gugatan tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), dan isi putusan PTUN hingga kasasi Mahkamah Agung tidak ada bahasa atau perintah pembongkaran Gedung YFDK. Adapun yang dikatakan oleh Martias Wanto dalam keterangan pada awak media adalah pembohongan publik" kata Didi

Didi Cahyadi Ningrat, SH juga menjelaskan bahwa Pemko Bukittinggi membuat narasi seolah-olah peduli dengan dunia pendidikan padahal berbanding terbalik

"Narasi peduli pendidikan itu tidaklah benar. Adapun gugatan tersebut belum memenuhi syarat dikarenakan yang kita gugat baru peringatan 1,2,3, dan belum ada SK Wali Kota" kata Didi

Adapun keterangan ahli Prof.Dr.Kurnia Warman, SH, M.Hum pada pokok-pokok dalam persidangan sebagai berikut :

-Bahwa hak atas tanah itu adalah salah satu hak kebendaan, bendanya adalah tanah, dalam hukum sendiri Pengertian hak atas tanah adalah hubungan hukum antara orang dengan tanah yang berisi Hak dan kewajiban, dalam Hukum Agraria Pancasila yang sudah menggantikan Hukum Agraria Kolonial Hak Atas Tanah itu tunduk kepada sistem dari hak kebendaan yaitu yang ditentukan oleh undang-undang, Berdasarkan padal 16 UUPA Hak Atas Tanah itu disebutkan antara lain : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah dan Hak memungut Hasil Hutan serta hak-hak lain yang ditetapkan dengan Undang-Undang;

-Bahwa Secara umum Hak Atas Tanah hanya ada 2 (Dua), Pertama yaitu Hak Milik yaitu hak yang bersifat selamanya, turun temurun, tanpa batas waktu, tanpa penunjukan tertentu, Kedua yaitu Hak Pakai yaitu hak yang berbatas waktu baik dalam jangka waktu tertentu atau selama digunakan, termasuk juga ditentukan penggunaanya untuk apa, pada Hukum Agraria secara normatif Hak Pakai terbagi atas beberapa bagian yang Pertama adalah Hak Guna Usaha yakni hak yang khusus yang wajib digunakan untuk berusaha dibidang perikanan, bidang pertanian, bidang peternakan, Kedua adalah Hak Guna Bangunan yaitu hak khusus yang diberikan negara untuk mendirikan bangunan dan memiliki bangunan, kemudian Ketiga adalah Hak Pakai hak berbatas waktu lebih fleksibel dan jangka waktu terbatas dan terbatas penggunaannya, Kemudiaan Penyewaan. Berdasarkan penggunaan itu secara akademik pernah ada yang mengajukan keberatan atas itu kenapa tidak disederhanakan saja sebagai Hak Pakai, dimana Prof Boedi Harsono menjelaskan bahwa sebetulnya Hukum Agraria indonesia sudah maju karena Hak Pakai itu bisa diperinci menjadi spesifik, diluar negeri hanya dikenal Hak Pakai saja;

-Bahwa pada Pasal 35 UUPA tegas mengatakan Hak Guna Bangunan adalah Hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan;

-Bahwa kewajiban utama pemegang Hak Guna Bangunan adalah membangun bangunan, jika dia tidak membangun bangunan dia bisa dianggap melalaikan kewajiban yang sudah diberikan oleh negara kepada si pemohon, kemudian jika dalam 2 tahun tanahnya tidak dibangun, maka tanah itu dianggap sebagai tanah terlantar dan haknya (HGB) diancam dicabut oleh negara, oleh karena itu tidak boleh ada hambatan dia (pemilik HGB) dalam membangun bangunannya, karena prisip dasarnya adalah untuk dibangun.

-Bahwa proses perizinan mendirikan bangunan adalah proses fungsi ruang, jadi Izin Mendirikan Bangunan adalah turunan dari Undang-Undang Tata Ruang, Hak Guna Bangunan sendiri turunan dari Undang-Undang Pokok Agraria, oleh karena itu pemberian Hak Guna Bangunan negara harus memberikannya di fungsi ruang yang boleh atau yang harus membangun, tidak mungkin negara memberikan Hak Guna Bangunan di fungsi ruang yang dilarang untuk dibangun, misalnya di kawasan pertanian tidak mungkin Hak Guna Bangunan diberikan negara disana, oleh karena itu pada saat pemegang Hak Guna Bangunan mengurus Perizinan sebetulnya itu adalah proses Administratif untuk ia membangun, dan ia juga mengurus kepada negara yang memberikannya hak tadi, kalau dilihat dari fungsi izin dalam Hukum Tata Ruang perizinan merupakan salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, walaupun dia sudah punya hak atas tanah, agar penggunaan ruang tersebut terkendali dan sesuai dengan fungsinya perizinan dimaksudkan untuk itu, bukan dimaksudkan untuk melarang orang untuk membangun, pengendalian yang dimaksud tersebut adalah pada saat dia akan membangun ada ketentuan tentang larangan ketinggian maksimal di wilayah itu, ketika ia mengajukan Izin Mendirikan Bangunan akan disampaikan misalnya "tolong kurangi ketinggian bangunannya", "menutup akses tidak bangunan tersebut terhadap keselamatan warga", "tolong jangan membangun disini karena akan menutup akses", "menutup saluran irigasi tidak?", dimana pada saat dia mengajukan Izin Mendirikan Bangunan dia (pemohon) akan melampirkan gambar bangunan yang nanti Pemerintah akan melihat dan mencek bangunan itu, apakah bangunan tersebut sesuai dengan fungsi ruang dan tidak merugikan kepentingan orang disekitar terutama kepentingan umum;

-Bahwa pada proses administrasi Pemegang Hak Guna Bangunan untuk membangun gedung tersebut, Pemerintah memiliki kewajiban untuk melayani, karena ia memiliki hak untuk membangun, bahkan dalam jangka waktu 2 tahun ia tidak membangun maka haknya tersebut dapat dicabut oleh negara jika tidak dibangun juga, oleh karena itu pelayanan Izin Mendirikan Bangunan adalah pelayanan yang wajib dilakukan Pemerintah;

-Bahwa alasan Pemerintah untuk menolak menerbitan Izin Mendirikan Bangunan adalah jika bangunan yang diajukan izinya bertentangan dengan fungsi ruang, diluar itu secara umum tidak ada alasan Pemerintah untuk menolak, karena guna izin tersebut adalah untuk memastikan cocoknya pemanfaatan tanah dengan fungsi ruang;

-Bahwa konteks surat Peringatan dalam Hukum Tata Ruang dalam penataan fungsi ruang adalah bagian dari sanksi administrasi, sanksi adalah salah satu bentuk pengendalian, bahkan di Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja "Pengendalian" itu bisa diselesaikan dengan Mediasi jadi tidak ada sanksi. Sanksi dalam Hukum Tata Ruang dimaksud terhadap pelanggaran fungsi ruang misalnya adalah membangun rumah di Sawah yang jelas peruntukannya adalah untuk Pertanian, Sanksi digunakan untuk memastikan tegaknya perencanaan ruang dengan pemanfaatan ruang jangan sampai ruang dimanfaatkan diluar perencanaan, jika ada yang melanggar maka diberi sanksi berupa teguran, jika ada teguran harus didasarkan pada adanya pelanggaran fungsi ruang, namun jika ruang yang difungsikan untuk bangunan kemudian ada bangunan tanpa izin yang berdiri di atasnya ada 2 kemungkinan, yang pertama sipemilik tanah beranggapan bahwa ketika dibangunan awal sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan, pada saat menambah bangunan tidak memerlukan izin mendirikan bangunan lagi, ini bagi yang awam, yang kedua bagi yang tidak awam dan taat hukum ia akan yang pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan dahulu, pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan tersebut adalah bentuk itikad baik dan kesadaran hukum yang tinggi dari si pemilik hak bangunan, sehingga harus dilayani secara baik oleh pemerintah;

-Bahwa dalam rangka Pemerintah ingin mendapatkan tanah untuk membangun bangunan untuk kepentingan umum, hal itu diatur dan dijamin oleh negara dalam Hukum Pengadaan tanah untuk pembangunan, selama tanah itu milik rakyat Pemerintah tidak ada alasan untuk mengahalangi rakyat untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan kewajibannya, seperti pada pemilik Hak Guna Bangunan tidak boleh alasannya dengan menolak permohon Izin Mendirikan Bangunan, menurut pendapat ahli alasan tersebut adalah alasan Melawan Hukum karena pemegang Hak Guna Bangunan tersebut memiliki kewajiban untuk untuk membangun dan Hak Guna Bangunan tersebut diberikan oleh negara. Menurut Hukum Agraria Hak Guna Bangunan hanya diberikan kepada WNI dan Badan Hukum Indonesia, Badan Hukum dalam memperoleh Hak Guna Bangunan tidaklah mudah, ia harus membayar ganti rugi tanah milik rakyat sebelumnya supaya tanah itu menjadi tanah negara, dan apabila tanah tersebut adalah besertipikat Hak Milik diturunkan haknya menjadi Hak Guna Bangunan, dan setelah memiliki Hak Guna Bangunan tersebut ia memiliki kewajiban membayar PNPB ke Pemerintah Pusat dan BPHTB ke Pemerintah Daerah dan oleh karena itu negara mestinya memberikan perlindungan hukum bagi pemilik Hak Guna Bangunan dalam mendirikan dan memiliki bangunan, kalau dilarang ia untuk membangun dalam rangka mempergunakan haknya berarti Negara itu adalah Zalim atau dalam kata lain Tidak Adil;

-Bahwa secara hukum yang harus dilindungi haknya adalah hak dari pemegang Hak atas tanah untuk melakukan kewajibannya, karena untuk apa ia memiliki hak sedangkan ia tidak bisa menggunakan haknya tersebut, oleh karena itu makanya Izin Mendirikan Bangunan bukan untuk mengahalangi tapi untuk mengawasi tipe bangunan yang dibangun agar tidak mengganggu kepentingan umum dan sesuai dengan fungsi ruang pada tanah tersebut;

-Bahwa kalau negara sudah memberikan Hak Guna Bangunan maka penerima hak wajib untuk membangun, lalu ketika ia akan membangun ia mengurus izin sebagai bentuk pengendalian dari Pemerintah, jika ia mengajukan permohonan izin maka itu adalah bentuk itikad baik, jika tidak diterbitkan Pemerintah hanya boleh dalam satu alasan yakni bertentangan dengan fungsi ruang, dan ada kalanya Pemerintah lalai atau tidak begitu aktif dalam mengawasi kemanfaatan ruang sehingga ada bangunan yang sudah berdiri, tapi listriknya belum ada, atau bangunan sudah berdiri permohonan izin telah diajukan, tapi belum jelas keputusannya seperti apa, atau ketika kita sudah mengajuan permohonan izin dengan baik tapi pertugasnya tidak melayani dengan baik, hingga izin tersebut tidak juga terbit dan diterbitkan sedangkan waktu terus berjalan, itulah mengapa Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang admnistrasi pemerintahan meninteruksi putusan fiktif positif dan fiktif negatif supaya kelalaian Pemerintah dalam melayani administrasi publik, jadi kalau tidak dikabulkan dalam waktu yang ditentukan, dianggap permohonannya di terima, bahkan di Undang-Undang Cipta Kerja fikif positif itu tidak perlu lagi penetapan Pengadilan, jika dalam 5 hari tidak direspon oleh pemerintah, maka otomatis dianggap disetujui oleh pemerintah, sebenarnya Undang-Undang ini menyindir Pemerintah yang selama ini tidak melayani lebih baik urusan-urusan perizinan sehingga itu menghambat proses usaha dan tertib menggunakan ruang, jika ada bangunan yang berdiri tanpa ada Izin Mendirikan Bangunan harus dicek apakah bangunan berada di atas milik orang yang membangun, jika berada diatas tanah orang yang membangunan, maka dicek lagi apakah bangunan tersebut melanggar fungsi ruang atau tidak, jika melanggar fungai ruang dicek kembali apakah memembahayakan keselamatan publik jika ia dalam konteks ini dimungkinkan dilakukan peruntuhan bangunan dalam hal kalau melanggar keselamatan publik dan melanggar fungsi ruang, dan untuk kemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi yang dilakukan tanpa Izin Mendirikan Bangunan karena ia tidak tahu atau karena ia bangun saja atau karena ia membangun atas kelalaian Pemerintah dalam melayani pelayanan publik atau lalai dalam mengawasi maka dalam hal ini ada pemutihan Izin Mendirikan Bangunan, untuk kemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi itu kebijakannya adalah pemutihan karena ia telah membangun atas kelalaian Pemerintah dalam melayani publik dan mengawasi, oleh karena pemutihan itu Pemerintah akan memperoleh tambahan dana dalam PBB setiap tahun dan tertibnya fungsi ruang jadi ada asas kemanfaatannya, Bahkan dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta kerja dimungkinkan adanya penyelesaian sengketa antara pihak-pihak Perdata terkait fungsi ruang. Original intent dari undang undang diatas adalah untuk melindungi hak rakyat akibat kelalaian Pemerintah dalam melayani, dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk pembangunan yang diganti oleh negara untuk pembangunan bukan hanya tanah tapi juga bangunan dalam Undang-Undang Cipta Kerja ketentuan tersebut diubah dan menyatakan bahwa terkait pemakaian tanah negara yang di atasnya didirikan bangunan maka ia nanti akan mendapatkan ganti rugi atas bangunan yang ia bangun tersebut yang jelas tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan bahkan negara telah lalai dalam mengawasi barang-barang milik negara, oleh karena itu Undang-Undang itu mengakali kelalaian Pemerintah akhirnya memberikan pelindungan kepada rakyat yang bertikat baik tadi, oleh karena itu dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah itu dikatakan bahwa pengguna tanah negara yang bertikad baik dimana beritikad baik disini ia tinggal disana dengan baik dia mengelola dengan baik dan tidak dijualnya, berhak si pemilik bangunan memperolah kompensasi atas bangunan yang dibangun dan berdiri di atas tanah negara tersebut, nah bangunan yang berdiri diatas tanah negara saja diganti pada saat negara akan membangun, apalagi terkait bangunan di atas milik sendiri (HGB) yang dia membangun bangunan yang dibangun sesuai dengan fungsi ruang, kalau itu diruntuhkan itu adalah perbuatan zalim dan termasuk tindakan sewenang-wenang;

-Bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan oleh Pemerintah dijamin oleh Undang-Undang, tapi pengadaan tanah itu tidak berarti Pemerintah mengambil begitu saja hak orang lain, ada prosedur hukum yang ditetapkan Undang-Undang yaitu tahap Perencanaan Pengadaan tanah, Tahap Persiapan, Tahap Pelaksanaan dan Tahap Penyerahan Hasil, jadi selama belum ada tahapan itu belum bisa dikatakan Pemerintah punya pembangunan untuk kepentingan umum, yang kedua kalau dimaksudkan itu untuk supaya nanti pada saat pemerintah mengganti tidak terlalu banyak karena disana nanti akan ada pembangunan disana, alasan itu adalah alasan diluar hukum karena belum tentu dia memastikan proses pengadaan tanah itu berhasil, karena dalam pengadaan tanah tidak bisa dipaksakan apalagi pengadaaan tanah dalam skala kecil yakni 5 Ha kebawah, jika tanah tersebut luasnya 5 Hektar ke bawah tidak boleh menggunakan jalan kekuasaan (pemaksaan);

-Bahwa dalam hukum pengadaan tanah itu ada istilah Land Freezing yang maksudnya negara melarang pemilik tanah untuk melakukan perbuatan hukum, perbuatan hukum yang dimaksud adalah peralihan hak kepada orang yang terhadap tanah yang telah ditetapkan sebagai lokasi, kecuali dengan peralihan hak melalui kewarisan, tidak boleh ia melakukan jual beli kalau tanah untuk pengadaan tanah sudah masuk ke tahap kedua yang ditandai dengan penetapan lokasi, tapi jika proses tersebut belum ditempuh tidak ada alasan apa pun Pemerintah untuk melarang orang melakukan perbuatan hukum atas tanah miliknya serta melakukan kewajibannya;

-Bahwa secara hukum sebidang tanah belum dapat dikatakan tanah fasum sebelum dilepaskan haknya oleh negara dari hak-hak keberdataannya, oleh karena itu belum termasuk tanah fasum ia kalau masih dimiliki oleh pemegang hak;

-Bahwa Pemutihan Izin adalah kebijakan Pemerintah, persyaratan untuk mendapatkan pemutihan tersebut adalah fungsi pemanfaatkan tanah itu sesuai dengan fungsi ruang, dan bangunan yang dibangun spek-nya cocok dengan bangunan yang seharusnya disana misalnya apakah bangunan secara stuktur bangunannya untuk keselamatan cukup apa tidak, secara sirkulasi udara apakah sehat atau tidak, hingga diketahui apakah bangunan memenuhi standart dasar atau tidak;

-Bahwa keuntungan yang diperoleh Pemerintah setelah mengeluarkan kebijakan pemutihan tersebut adalah tugas Pemerintah dalam tata tertib pemanfaatan ruang tercapai, Pemerintah juga memperoleh PBB yang artinya asas kemanfaatannya lebih besar, Berdasakan Asas-Asas Umum Pemerintah yang baik (AUPB) yaitu Asas Kemanfaatan, Asas Kepastian yang semua itu dipakai atas kebijakan tersebut, kebijakan pemutihan ditempuh sebetulnya bukan hanya semata-mata karena adanya kesalahan dan kelalaian rakyat pemilik tanah tapi juga karena kelalaian Pemerintah sendiri dalam melayani;

-Bahwa jika ada persoalan administrasi terkait tanah tunggu dulu statusnya, itu harus dipastikan tanah itu milik siapa, makanya kalau ada sengketa perdata tunggu dulu putusan perdatanya selesai;

-Bahwa fungsi utama perizinan dimaksudkan untuk pengendalian kemanfaatan ruang, Perizinan bukan dimaksudkan untuk melarang orang untuk membangun, tapi untuk mengendalikan penggunaan pemanfaatan ruang, oleh karena itu karena ini pengendalian yang bersangkutan mengurus perizinan mendirikan bangunan, jika Izin Mendirikan Bangunan tidak diberikan alasannya adalah jika bertentangan dengan fungsi ruang diluar itu tidak ada, kalau site bangunan itu bisa diberi nasihat ketika ia mengajukan izin, itu makanya ketika mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan dilampirkan dengan gambar bangunan, oleh karena itu perizinan itu bukan untuk melarang orang untuk membangun, tapi untuk untuk mengendalikan agar tertip administratif dan tertip penggunaan atas kemanfaatan ruang;

-Bahwa Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengawasi setelah seseorang diberikan izin agar bangunan yang dibangun sesuai dengan yang diajukan, Itu kalau bertentangan berarti ada kemungkinan pengawasan sewaktu ia membangun tidak dilakukan;

-Bahwa dalam permohonan Izin Mendirikan Bangunan apabila permohonan tersebut ditolak sebutkan alasannya, kemudian keluarkan SK, Izin Mendirikan Bangunan tersebut bukan dimaksudkan untuk melarang orang membangun tapi untuk mengawasi, jangan sampai nanti alasannya justru untuk menghalangi orang membangun, jadi untuk itu keluarkan SK, maka SK tersebut nanti dapat diuji ke PTUN, yang mana segala tindakan Pemerintah harus sesuai hukum, yang kedua tindakan pemerintah itu dapat diuji kepengadilan, itu ciri-ciri negara hukum dan demokrasi;

-Bahwa Pemegang hak atas tanah tidak boleh membangun diluar Hak Guna Bangunan atau hak yang ia miliki, sepanjang pemegang hak atas tanah tempat kelebihan ia membangun tersebut tidak mengizinkan, tapi jika pemegang hak atas tanah ditempat kelebihan ia membangun itu mengizinkan itu dapat dijadikan sebagai dasar sebagai ia membangun, oleh karena itu ada kemungkinan seorang memiliki bangunan yang lebih luas dari sertipikat hak atas tanah yang ia miliki atas dasar ada perjanjian dengan pihak lain yang memiliki hak atas tanah yang ia gunakan, oleh karena itu permohonan Izin Mendirikan Bangunan itu tidak selalu disarankan harus ada sertipikat, dasar alas hak pun bisa digunakan sebagai dasar ia membangun, karena fungsi IMB adalah untuk mencocokan fungsi ruang dengan rencana pembangunan;

-Bahwa jika ada persoalan administrasi terkait denda itu harus dipastikan dulu tanah itu milik siapa, harus jelas dulu status tanah dengan menunggu putusan perdata;

-Bahwa Hak milik yang fungsi ruangnya untuk pembangunan, Hak Pakai yang fungsinya untuk pembangunan bahkan orang yang belum memiliki sertipikat hanya ada alas hak bisa untuk memperoleh izin sepanjang fungsi ruangnya adalah untuk pembangunan, kalau Hak Guna Bangunan Haknya spesifik itu pasti diwajibkan membangun, untuk semua hak tanah tersebut proses permohonan izinya sama dan untuk HGB mestinya proses Izin Mendirikan Bangunan nya sudah pasti karena fungsi ruangnya sudah pasti;

-Bahwa Hukum Agraria Indonesia mengatur asas pemisahan horizontal dimana pemilik bangunan dengan pemilik tanah itu bisa terpisah dengan pemilik tanahnya oleh karena itu pada saat ia akan membangun bisa mengajukan Izin Mendirikan Bangunan oleh pemilik tanah maupun bukan pemilik tanah misalnya penyewa tanah yang akan membangun bangunan ditanah orang lain ia juga dapat mengajukan Izin Mendirikan Bangunan, oleh karena itu proses perizinan mendirikan bangunan adalah betul-betul proses melayani untuk orang menggunakan tanah sesuai dengan fungsi ruangnya, yang kemudian tata ruang itu memastikan pemanfaatan tanah sesuai dengan pola dan stuktur ruang stuktur ruang itu ada kawasan pemukiman ada kawasan infrastuktur dan lainnya itu untuk memastikan, kemudian bangunan hukum yang mengatur benda yang diatas tanah artinya bangunan, pengaturan tersebut dilakukan agar bagunan itu spesifikasinya tidak membahayakan orang yang berada didalam bangunan tersebut, jika ada penambahan volume bangunan ia mengurus Izin Mendirikan Bangunan lagi, karena bangunan yang pertama beda speksifikasinyanya dengan pembangunan kedua yang mana untuk menjaga keselamatan orang didalam bangunan;

-Bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) utamanya adalah kecocokan kemafaatan ruang dengan fungsi ruang, sepanjang fungsinya sama dan spek bangunanya tidak cocok akan ada advice untuk memperbaiki spek bangunan;

-Bahwa Seharusnya Pemerintah mengawasi proses membangunan namun kenyataannya mungkin karena personil yang kurang dan sebagainya sehingga jangankan untuk mengawasi proses pembangunan untuk memastikan bangunan sudah ber Izin Mendirikan Bangunan saja tidak jalan, jika ada bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan yang pertama yang dicek adalah apakah bangunan tersebut berada pada fungsi ruang yang salah misalnya bangunan yang berada di kawasan persawahan, kalau dia berada di fungsi ruang yang cocok dicek adalah spek bangunan yang dibangun apakah sudah sesuai spek bangunan termasuk orang yang berada didalam dan jika tidak sesuai maka diberi nasihat misalnya "tolong diberikan pentilasi, tolong tiangnya ditambah, jika sudah selanjutnya dapat diberikan pemutihan, dan setelah itu Pemerintah akan mendapatkan tambahan PBB yang juga merupakan asas kemanfaatan dalam asas asas umum pemerintah yang baik, Jika bangunan ternyata tidak cocok dengan fungsi ruang disitu dapat dikatakan melanggar fungsi dan diberi disana diberi sanksi;

-Bahwa Prosedur bagaimana pengawasan ada di SOP internal apakah mereka menggunakan pengawasan mengunakan GPS atau alat lainnya, pada saat melakukan mengecekan yang dicek adalah apakah bangunan tersebut dibangun pada fungsi ruang yang dilarang atau tidak, kemudian apakah bangunan tersebut membahayakan kepetingan umum atau tidak jika tidak maka yang dilakukan Pemerintah adalah disisentif, misalnya adalah ruang sawah yang diperuntukan untuk persawahan namun dibangun rumah oleh seorang tapi rumah tersebut tidak membahayakan kepentingan umum maka rumah tersebut tidak akan diruntuhkan karena tidak mungkin pemerintah menzalimi rakyatnya dan dilakukan disisentif berupa tidak dibuatkan akses jalan oleh pemerintah, maka ia sendiri yang akan membuat jalan dan listrik yang bertujuan supaya yang lain tidak ikut, jadi disisentif ini bermasud menghentikan kesalahan agar yang lain tidak ikut-ikutan jadi tidak perlu diruntuhkan apalagi jika bangunan yang dibangun tidak bertentangan dengan fungsi ruang jika dilakukan peruntuhan itu tidak adil dan sewenang-wenang;

-Bahwa Jika terdapat bangunan yang dibangun terindikasi sebahagian berada di atas tanah pihak lain maka konsekuensinya adalah sengketa perdata dengan pemilik tanah tersebut karena yang dirugikan adalah pihak tersebut dan jika bangunan yang dibangun melebihi luas dari bangunan yang telah diberikan izin mendirikan bangunan maka yang dipertanyakan adalah apakah fungsi pengawasan berjalan agar gedung yang dibangun tersebut sesuai dengan yang diajukan di IMB;

-Bahwa Jika ada bangunan yang dibangun tanpa Izin Mendirikan Bangunan menurut hukum agraria itu berlaku adalah Asas Arsesi yang maksudnya sepanjang bangunan tersebut berada di atas tanah dan pemilik bangunan sama dengan pemilik tanah maka pemilik tanah memiliki bangunan kecuali jika yang membangun bangunan bukan pemilik tanah;

-Bahwa tidak setiap membangun bangunan tanahnya besertipikat, hanya bangunan yang berpotensi membahayakan kepentingn umum saja;

-Bahwa pemutihan Izin Mendirikan Bangunan adalah kebijakan pemerintah untuk menentukan kapan waktu untuk melakukan pemutihan dan pemerintah bisa melakukan itu, contohnya adalah pemutihan terhadap pajak PBB di kota padang oleh pemerintah saat itu Fauzie Bahar sebagai walikota kepada masyarakat, sehingga setelah itu bertambah pendapatan pemerintah dari wajib pajak, dan mendapatkan penilaian yang baik dari lembaga pemeriksa keuangan;

-Bahwa jika ada sengketa hak di bangunan harus ditunggu dulu keputusan sengketa perdatanya, jadi dipastikan dulu sengketa perdatanya baru dilakukan tindakan administrasi; (RJA)

Komentar
Konten Terkait