Masyarakat Sipil (Civil 20/C20) Indonesia merangkul dan mendengarkan aspirasi sipil dunia lewat pertemuan C20 bertema "Listening to the World" di Bali pada 7--9 Maret 2022. Pertemuan itu menyoroti isu-isu global, mulai dari kemanusiaan, pembangunan, pajak global, transisi energi, hingga isu perempuan, kelompok rentan, dan marginal, dalam sejumlah sesi presentasi dan dialog.
Tema tersebut dipilih sebagai komitmen masyarakat sipil Indonesia untuk mendengar aspirasi masyarakat sipil dunia dalam menjalankan mandat C20 dalam Presidensi G20 Indonesia 2022. Pertemuan tersebut juga menjadi momentum pergerakan besar dari organisasi masyarakat sipil dalam menyeimbangkan proses pembuatan kebijakan dalam G20.
"Sesuai dengan mandat Presiden Joko Widodo, Presidensi G20 Indonesia harus mengusung semangat solidaritas dan inklusivitas. Selain, juga menjadikan posisi kita sebagai perwakilan negara berkembang dan turut mendengar aspirasi negara-negara miskin dalam proses pembuatan kebijakan dalam G20," ujar Ketua C20 Indonesia Sugeng Bahagijo, di sela-sela persiapan C20 Kick Off Meeting and Ceremony di Bali, seperti dikutipAntaraSenin (7/3/2022).
Pertemuan ini dilaksanakan secara luring di Hotel Conrad Nusa Dua Bali dan secara daring untuk membuka banyak partisipasi daricivil society organisations(CSOs) dari seluruh dunia. Lebih dari 100 CSOs dari lebih dari 30 negara yang telah mendaftar untuk mengikuti acara tersebut. Acara itu juga diikuti oleh perwakilan CSOs internasional yang masuk dalam struktur C20, seperti dari Troika C20 Italia dan India.
"Sudah saatnya CSOs sedunia memperkuat kontribusinya dalam reformasi kebijakan global melalui forum-forum multilateral, khususnya forum G20," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa dan Sherpa Civil 20 Indonesia Ah Maftuchan di sela-sela kick off meeting and ceremony, pada Selasa, 8 Maret 2022.
Menurut Maftuchan, sejarah membuktikan bahwa organisasi masyarakat sipil di berbagai negara telah berperan penting dalam menentukan arah kebijakan domestik dan global. Ia mengatakan, C20 siap berkolaborasi dengan pemerintah anggota G20 dan non-G20, serta pihak-pihak lain untuk memajukan kebijakan global yang berpihak pada masyarakat luas, berkeadilan, dan berkelanjutan.
"Pandemi Covid-19 mengajari kita pentingnya kolaborasi multipihak, multisektor. Mari bangkit bersama dan bangkit lebih kuat," kata Maftuchan.
Menurutnya, temakick off meetingitu ditujukan untuk menekankan tuntutan C20 kepada para pemimpin G20 dalam mendengarkan kebutuhan masyarakat sipil di seluruh dunia dan mengembangkan kebijakan yang lebih inklusif dan adaptif pascapandemic Covid-19. Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya mengatakan, untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan Presidensi G20 Indonesia, tentu tidak terlepas dari hasil kontribusi seluruh komponen yang terlibat.
Untuk itu pula, menurut Menko Airlangga, Presidensi G20 Indonesia selalu berkomitmen dalam mendukung dan menerima masukan, termasuk dari masing-masing kelompok masyarakat sipil atas tantangan yang dihadapi saat ini. "Kick off meetingini memilihtaglineyang tepat, yaituListening to the World. Ketika Anda mendengarkan dunia, Anda akan merangkul inklusivitas. Maka Anda mewakili yang belum pernah terdengar dan yang kurang terwakili," tutur Airlangga Hartarto, dalam sambutannya yang disampaikan secara daring pada acara Civil 20 (C20) Kick Off Ceremomy and Meeting, Senin (7/3/2022).
Airlangga menekankan pentingnya kolaborasi atau kerja sama semua pihak. Sebab tanpa kolaborasi, pemulihan ekonomi global tidak akan merata. Akses yang sama ke vaksin juga akan memakan biaya dan tanpa kerja sama tidak akan ada perdamaian, pembangunan, dan kemakmuran.
Adapun prioritas C20 didukung oleh tujuh kelompok kerja, yakni akses vaksin dan kesehatan global, kemudian lingkungan, keadilan iklim, dan transisi energi. Selanjutnya, SDGs dan kemanusiaan, pendidikan, digitalisasi, ruang sipil, kesetaraan gender, antikorupsi, serta perpajakan, dan keuangan berkelanjutan.
Prioritas C20 tersebut berkorelasi dengan agenda utama G20 Indonesia, yakni dalam memperkuat arsitektur kesehatan global, mendorong transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi. "Isu-isu ini tersebut tidak hanya penting bagi kita di Indonesia, tapi juga bagi masyarakat global, karena merupakan dasar bagi pemulihan pascapandemi yang lebih kuat. Tentunya diharapkan, solusi yang muncul dapat diimbangi dengan upaya untuk membawa hasil yang nyata sehingga masyarakat bisa mendapatkan keuntungan," kata Airlangga.
Sebagai informasi, C20 merupakanengagement groupyang lahir sebagai hasil Deklarasi G20 Seoul, dua belas tahun yang lalu, ketika para pemimpin G20 memutuskan bahwa pemerintah perlu terlibat dengan organisasi masyarakat sipil untuk mencapai pemulihan krisis keuangan global yang lebih kuat. Sejak saat itu, C20 senantiasa memasok ide dan solusi kepada G20.
"Kami berharap untuk memberikan tidak hanya hasil berupa narasi, melainkan juga yang nyata dan konkret. Untuk itu, saya menyambut baik saran dari C20, bagaimana kita bisa mencoba memberikan pendekatan baru dalam mendukung pemulihan dunia di tengah situasi yang luar biasa ini," kata Airlangga.
Civil 20 di bawah Kepresidenan G20 Indonesia menuntut pemimpin G20 untuk memastikan pemerataan vaksinasi di seluruh dunia karena masih adanya ketimpangan akses vaksin antarnegara. "C20 mengimbau negara-negara G20 untuk mendistribusikan vaksin ke negara berkembang dan miskin serta mendorong produksi vaksin di Indonesia, serta negara-negara berkembang maupun miskin," kata Ketua C20 Kepresidenan Indonesia Sugeng Bahagijo dalam C20 Kick Off Meeting & Ceremony di Bali, Selasa (8/3/2022).
C20 juga meminta negara-negara G20 untuk memasang target vaksinasi setidaknya 90 persen dari warga dunia pada akhir 2022. "Apakah mampu? kami yakin negara-negara G20 mampu memenuhi target itu," kata Sugeng Bahagijo.
Ia mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengganggu pembangunan global dan berdampak pada jutaan orang, terutama yang berada di negara berkembang. Dengan varian virus yang terus bermutasi, per 3 Februari 2022 hanya 11 persen dari populasi di benua Afrika yang telah divaksinasi lengkap, sementara setengah dari negara-negara di Eropa telah mencapai tingkat vaksinasi lebih dari 85 persen dan telah memulai suntikanbooster.
Ia mengatakan, negara yang memiliki pendapatan minim itu kesulitan untuk mendapatkan vaksin karena tidak punya uang. "Usulannya adalah agar hak paten dilonggarkan, karena industri obat kalau tidak dilindungi hak obat tidak dapat margin. Tapi sekarang keadaannya beda, bahwa kalau dunia lebih banyak dapat vaksin, dunia akan pulih sehingga harus ada skema yang sifatnya hibah serta alih teknologi vaksin," kata Sugeng.
(sumber : Indoensia.go.id)