Klikata.co.id|Bukittinggi|Melengangnya pasangan calon perseorangan Nofil Anoverta dan Fisdoereja dalam verifikasi faktual tingkat kecamatan dan Kota menjadi sorotan publik serta protes warga. Sorotan serta protes warga tersebut bukan tanpa alasan, KTP mereka dicatut sebagai pendukung dari pasangan calon perseorangan tanpa persetujuan, dan nantinya calon perseorangan tersebut akan ikut kontestasi Pilkada 2024 Kota Bukittinggi. Apalagi dugaan bocornya data pemilih menjadi isu publik Kota Bukittinggi, dan tim Klikata.co.id menghimpun informasi serta mencari tahu dari mana sumber data dukungan diperoleh calon perseorangan tersebut.
Protes pertama dilayangan oleh tujuh orang staf KPU Bukittinggi ke Bawaslu yang dimana KTPnya dicatut oleh Nofil Anoverta dan Fisdoereja untuk dukungan calon perseorangan.
Namun laporan tujuh orang staf KPU Bukittinggi tersebut tidak dapat diregistrasi oleh Bawaslu Bukitinggi dikarenakan KTP pelapor tidak berdomisili di Kota Bukittinggi. Perihal ini disampaikan oleh Ruzi Haryadi, Ketua Bawalu Bukittinggi saat diwawancarai oleh klikata.co.id, Rabu (31/7).
"Pelapor ini tidak berdomisili di Kota Bukittinggi, dan kita tidak bisa meregister laporan tersebut. KTP pelapor Kab.Agam, tetapi dalam info pemilu pelapor berKTp Bukittinggi. Persoalan dapat data atau potensi kebocoran kita tidak tahu persis, dan kita tidak tahu kerja paslon ini dalam mendapatkan data tersebut dan menyerahkan ke KPU. Kalau masyarakat tidak setuju bisa menjadi dukungan tersebut tidak memenuhi syarat (TMS). Data yang digunakan oleh paslon tanpa persetujuan pemilik boleh dilaporkan secara pidana umum. Ada dua ranahnya, pidana pemilu dan pidana umum. Pidana pemilu terkait dukungan calon, pidana umum untuk pencurian data, dan pemalsuan dokumen" kata Ruzi
Lebih lanjut, Ruzi Haryadi menegaskan bahwa masyarakat bisa melaporkan tindak pidana umum terkait pengunaan data pribadi tanpa izin.
Respon KPU Bukittinggi
Terkait dugaan kebocoran data pemilih, Satria Putra, Ketua KPU Bukittinggi menanggapi saat wawancara klikata.co.id, Senin (5/8).
"Belum bisa kita pastikan data pemilih tersebut bocor, tapi tanggung jawab dan wewenang KPU selama proses calon persorangan ini kami hanya mnerima syarat dukungan diberikan, dan selanjutnya kami melakukan verifikasi faktual. Kalau proses pengaduan atau klarifikasi dari masyarakat yang merasa tidak memberi dukungan, KPU ada tahapannya. Kami menerima tanggapan. Bagi warga merasa dicatut KTPnya silahkan datang ke KPU Bukittinggi melampirkan bukti tercatut dan kami memberikan surat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak mendukung. Kalau tindakan masyarakat terserah, masyarakat bisa melakukan apapun atau melapor ke penegak hukum terkait data pribadinya yang dicatut. Kalau melapor ke Kpu Bukittinggi sudah ada mekanismenya.
Lebih lanjut, Satria Putra juga menyampaikan adanya kerusakan sistem informasi info pemilu yang ada di website KPU.
"Kami dalam sistem tersebut cuma sebagai pelaksana. Kami sudah melaporkan ke KPU Pusat sejak 28.580 KTP yang diinput melalui silon oleh Calon Indpenden, dan warga tidak bisa melakukan cek, apakah mendukung atau tidaknya" kata Satria.
Terkait dugaan kebocoran data pemilih bersumber dari KPU Bukittinggi dan adanya pertemuan komisoner Kpu dengan Calon Independen dibantah oleh Safri Miswardi, Ketua Divisi Teknis Penyelengara KPU Bukittinggi.
"Saya tidak pernah bertemu dengan Nofil, Utche, Rabu 24 Juli 2024. Kebocoran data tidak dari KPU Bukittinggi, tapi entah dari mana kebocoran tersebut. Terkait dukungan yang diperoleh oleh Calon atau dapat KTP dari mana tidak kewenangan KPU"ujar Safri
Komisioner KPU lainya, Muhammad Ucthe Pradana, Ketua Divisi Data dan Perancanaan Pemilu KPU Bukittinggi tidak merespon wawancara klikata.co.id terkait dugaan kebocoran data pemilih.
Adapun jumlah DPT yang disempurnakan pada Juli 2023 sebelum pelaksanaan Pemilihan pileg berada pada angka 95.068 pemilih.
Disisi lainnya, klikata.co.id juag menelusuri dugaan kebocoran data pemilih melalui Dinas Kepedudukan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bukittinggi. Emil Achir, Kadis Disdukcapil, saat dikonfirmasi klikata.co.id melalui peragkat gawainya terkait dugaan kebocoran data pemilih membantah perihal tersebut.
"Terkait dugaan yang saudara maksud tidak benar. Jika butuh konfirmasi sebaiknya datang ke kantor Dinas Dukcapil"ujar Emil.
Klikata.co.id juga menyampaikan telah berkunjung ke Kantor Disdukcapil dan tidak berhasil menemui Emil Achir.
Tanggapan Nofil Anoverta
Saat klikata.co.id melakukan konfirmasi pada Nofil Anoverta atas dugaan kebocoran data pemilih serta pencatutan KTP warga tidak direspon. Nofil Anoverta hanya membalas pesan whatsapp dengan singkat bahwa dirinya sedang sakit, (31/7)
"Maaf, ambo masih sakit. Sudah beberapa hari, baru cek daraqh, mohon maaf sedang istirahat"pesan whastapp Nofil pada klikata.co.id.
Protes Warga
Hasnul Arifin, Sumardi, Muhammad Fadhli, Fauzan Haviz, dan sejumlah warga lainnya yang dimana KTPnya dicatut oleh Nofil Anoverta terkait dukungan calon persorangan langsung membuat laporan ke KPU Bukittinggi. Pelaporan di kantor KPU Kota Bukittinggi diterima langsung oleh Ketua KPU beserta Komisoner lainnya.
Muhammad Fadhli saat diwawancarai oleh klikata.co.id menyampaikan bahwa kami hadir di KPU untuk mendapatkan kontak dari tim Nofil Anoverta, namun KPU Bukittinggi menyatakan tidak bisa memberikan kontak tim Nofil Anoverta tersebut.
"Tujuan kami adalah ingin memastikan dari mana tim Nofil Anoverta mendapatkan data keluarga kami, dan pada akhirnya mendapatkan surat dukungan dari anggota keluarga. kami tidak bisa memperoleh data kontak dari tim Nofil Anoverta dari KPU Kota Bukittinggi, akhirnya kami memasukkan surat permintaan kepada KPU untuk mendapatkan salinan/kopian dari Surat Dukungan (B1-KWK) atas nama anggota keluarga kami yagn disetorkan oleh Nofil Anoverta kepada KPU Bukittinggi" ujar Muhammad Fadhli
Lebih lanjut, Muhammad Fadhli menyampaikan pada 16 Agustus 2024, kami mendapatkan jawaban dari KPU yang menyatakan tidak dapat memberikan data yang dimaksud dengan dalih data yang dimaksud termasuk "informasi yang dikecualikan" oleh KPU.
"Tentunya ini sangat bertentangan dengan akal sehat, ketika orang yang dinyatakan mendukung tidak dapat memperoleh salinan surat dukungan yang berisikan data pribadi (foto kopi KTP) sekaligus tanda tangan basah dari orang yang bersangkutan" kata Muhammad Fadhli
Tanggapan Praktisi Hukum
Zulefrimen, SH, Direktur klinik hukum Kota Bukittinggi menanggapi adanya kebocoran data serta mengunakan KTP warga tanpa izin dari pemilik untuk dukungan calon perseorangan.
"Mengambil data KTP tanpa sepengetahuan pemiliknya bisa dijerat dengan Pasal 67 ayat (1) dan (3) UU PDP.Pasal ini mengatur tentang tindak pidana pencurian data pribadi (identity theft).Ancaman pidana untuk pasal ini adalah penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.Selain itu, Pasal 94 UU Administrasi Kependudukan juga mengatur tentang manipulasi data kependudukan.Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang memerintahkan, memfasilitasi, atau melakukan manipulasi data kependudukan dapat dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.
Korban juga bisa mengajukan gugatan perdata atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU 19/2016"kata Zulefrimen, SH
lebih lanjut, Zulefrimen, SH menyampaikan perihal ini seperti ada dugaan patgulipat data pemilih untuk dukungan independen.
"Dari mana calon ini mendapatkan KTP warga, bayangkan sesuatu yang berada diranah pribadi bisa diambil orang lain, ini bentuk pencurian data pribadi. Bagiamana orang yang tidak memahami mekanisme terkait ktp mereka digunakan oleh orang lain secara diam-diam" ujar Zulefrimen, SH.
Sampai berita ini diturunkan Nofil Anoverta sebagai calon perseorangan tidak merespon wawancara klikata.co.id dan KPU Bukittinggi tetap meloloskan Nofil Noverta untuk ikut kontestasi Pilkada 2024 pada jalur perseorangan ditengah adanya protes warga.
Jurnalis: RJA, Yoga Saputra
#Catut #KTP #Jalur #Independen #NofilAnoverta #Pilkada #Bukittinggi