Klikata.co.id|Bukittinggi|Pedagang Daging Pasar Bawah yang tergabung dalam organisasi Persada melakukan aksi mogok berjualan, dan mendatangi Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bukittinggi, Senin (12/8). Aksi mogok berjualan ini dipicu oleh kebijakan Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Dinas Pertanian dan Pangan yang menerapkan masa tunggu pemotongan hewan ternak di rumah potong hewan (RPH) selama 12 jam.
St. Rajo Endah, dan Elwi Damra pedagang daging dan peternak wilayah Bukittinggi-Agam saat di wawancara oleh klikata.co.id menyampaikan bahwa kebijakan ini berdampak kerugian bagi para pedagang.
"Kebijakan yang diterapkan oleh Dinas Pertanian dan Pangan melalui Rumah Potong Hewan masa tunggu pemotongan hewan selama 12 jam"ujar St.Rajo Endah
Pedapat yang sama disampaikan oleh Alwi Damra mengatakan bahwa kebijakan yang diambil oleh Dinas Pertanian dan Pangan Pemko Bukittinggi berdampak kerugian bagi pedagang daging.
"Biasa kami para pedagang daging dan peternak saat membawa sapi di rumah potong hewan cukup dilakukan cek kesehatan oleh Dokter Hewan, dan langsung dipotong. Sekarang sapi yang kami bawa ke RPH melalui masa tunggu selama 12 jam. Tentu kebijakan ini berdampak merugikan pedagang daging dan peternak. Kalau menunggu selama 12 jam tentu sore kami bisa berjualan, sedangkan sore pembeli tidak ada lagi. Kami meminta pihak Dinas agar mengkaji ulang kebijakan ini"ucap Alwi
Setelah pedagang daging Pasar Bawah setelah melakukan aksi protes di Dinas Pertanian dan Pangan dilanjutkan ke Kantor DPRD Kota Bukittinggi.
Tanggapan Kadis Pertanian dan Pangan Pemko Bukittinggi
Terkait aksi pedagang daging Pasar Bawah mogok berjualan serta meminta pihak Pemko Bukittinggi mengkaji ulang kebijakan diambil ditanggapai oleh Drs. Hendry, ME, Kadis Pertanian dan Pangan Kota Bukittinggi melalui wawancara bersama awak media.
"Kebijakan ini dalam rangka perbaikan pelayanan di rumah potong hewan agar adanya ketersedian kwalitas daging yang halal, dan baik. Untuk sapi jantan persyaratannya ada usul ternak yang jelas bukan hasil tindakan yang lain agar tidak ada permasalahan, tidak boleh hewan yang sakit dipotong agar tidak merugikan konsumen, dan surat keterangan kesehatan hewan dikeluarkan oleh penghasil ternak tersebut, perihal ini tentu menyulitkan pedagang karena bukan keweangan Kota Bukittinggi. Kondisi ini kita kan kordinasikan dengan Provinsi dan wilayah lainnya. Kalau penghasil ternak yang berada di Kota Bukittinggi tentu mudah pengurusan surat keterangan hewan.
Lebih lanjut, Drs. Hendry, ME juga menyampaikan bahwa hewan ternak betina produktif tidak boleh dipotong, perihal ini kebijakan swasembada ternak melaui Kementrian Pertanian. Kalau sapi betina dipotong harus jelas kondisinya.
"Kalau sapi betina produktif tidak boleh dipotong karena menjadi kebijakan swasembada ternak oleh Kementrian Pertanian. Konsep rumah potong hewan kita melalaui sertifikasi halal agar daging yang dipotong berkwalitas. Ternak diistirahatkan selama 12 jam agar tidak stres. Rata-rata pedagang memotong saat subuh, tentu ternak ini besoknya bisa dipotong. Hewan ternak ini dipotong dalam keadaan tenang. Kita perbaiki standar operasional prosedur agar konsumen mendapat kwalitas yang baik.Kita akan carikan titik temu agar pola ini bisa diterima oleh masyarakat"Ujar Hendry
Jurnalis: Yoga Saputra
#Pasar #Daging #Pedagang #Sapi #Hewanternak #Dinas #Bukittinggi