Klikata.co.id | Bukittinggi |Dr.Wendra Yunaldi ,S.H,M.H, Pakar Hukum Tata Negara & Dekan Fakultas Hukum UM Sumatera Barat memberikan pendapat hukumnya saat diwawancara oleh klikata.co.id,Jumat 4 Maret 2022, terkait pengajuan sertipikat tanah pembangunan gedung DPRD oleh Pemerintah Kota Bukittinggi melalui ATR/BPN yang saat ini masih menjadi objek sengketa di Pengadilan. Dalam pendapat hukum tersebut Wendra Yunaldi menjelaskan bahwa surat BPN Bukittinggi yang di tujukan pada Sekda Bukittinggi,Drs.Martias Wanto,M.M bernomor :MP.02.03/53-13.75/600/1/2022,tanggal 27 Januari 2022 tentang permohonan proses sertipikat tanah sudah tepat.
"Apa yang dilakukan oleh BPN Bukittinggi sudah sangat tepat. Pemko saja yang tidak paham hukum. Sebelum ada ketetapan hukum (inkracht) para pihak tidak bisa mengajukan proses pembuatan sertipikat pada BPN Bukittinggi. Pemko mengajukan surat boleh saja,akan tetapi tentu harus menghormati proses hukum yang sedang berlangsung"ujar Wendra pada klikata.co.id
Adapun isi surat yang ditanda tangani oleh Kepala BPN Bukittinggi,Zarlisman ,A.Ptah menjelaskan bahwa objek yang diajukan masih berperkara di pengadilan nomor : 28/Pdt.G/2019/PN.Bkt yang mana saat ini telah memasuki ranah kasasi dan tidak dapat di proses. Pemko mengirim surat permohonan proses sertipikat tanah sejak November 2021,nomor :590.937/DPUPR-PTNH/XI-2021.
Tanggapan Pemko Bukittinggi
Sekda Bukittinggi,Drs.Martias Wanto,M.M saat di konfirmasi oleh klikata.co.id melalui pesan whatsapp,Jumat 4 Maret 2022,menjelaskan bahwa surat permohonan tersebut adalah bentuk peningkatan status dari Akta Jual Beli (AJB) ke sertipikat.
"Dimana letak melawan hukumnya? Itu tergantung dari lembaga BPN untuk menindak lanjuti. Di terima atau di tolaknya permohonan tersebut. Kita mentaati putusan BPN"pesan whatsapp Martias Wanto ke klikata.co,id. dengan singkat.
Tanggapan Yayasan Fort De Kock
Drs.Zainal Abidin,M.M selaku pembina Yayasan Fort De Kock pada Rabu 3 Maret 2022,diruang kerjanya saat diwawancara oleh klikata.co.id mengatakan bahwa pihak Pemko Bukittinggi melalui Sekda Bukittinggi,Drs,martias Wanto,M.M dan Assisten I,Isra Yonza,S.H,M.H mendatangi dirinya secara pribadi untuk meminta perdamaian dibawah tangan agar permasalahan yang terjadi bisa segera selesai.
"Saya menolak tawaran perdamaian dibawah tangan tersebut. Kalau perdamaian melalui pengadilan tentu saya setujui dengan syarat,dan sesuai aturan hukum. Apalagi yang mengajukan kasasi pada pengadilan adalah Pemko Bukittinggi sendiri. Kita ini mencari kepastian dan keadilan hukum"ujar Zainal pada klikata.co.id
Zainal juga menambahkan apa yang diajukan oleh Pemko Bukittinggi untuk mensertipikatkan tanah melalui BPN Bukittinggi yang masih dalam objek perkara di pengadilan adalah bentuk ketidakpahaman atas proses hukum.
"Kalau pendapat Saya tentu permasalahan bisa diselesaikan dengan baik. Tidak tertutup kemungkinan kedua belah pihak bisa melakukan upaya yang lebih baik untuk mencari solusi agar tidak saling merugikan"ujar zainal pada klikata.co.id
Duduk Perkara
Yayasan Fort de Kock mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Bukittinggi adanya wanprestasi dengan menggugat: Syafri St. Pangeran /Tergugat 1, H. Arjulis Dt. Basa /Tergugat 2, Muhammad Nur /Tergugat 3,Pemko Bukittinggi /Tergugat 4, Notaris Hj. Tessi Levino, SH /Tergugat 5.
Dasar gugatan wanprestasi bahwa pengugat telah membeli sebidang tanah 12.000 m2 berlokasi di Bukik Batarah,Manggih Ganting,Kecematan Mandiangin Koto Salayan,Kota Bukittinggi dengan memberikan uang muka sebesar Rp.425 Juta dan pelunasan selajutnya setelah terbitnya sertipikat dengan tergugat 1,2,3 berdasarkan perjanjian jual beli (PPJB) nomor :150/D/XI/2005 yang dilegalkan oleh notaris Hj.Tessi Levino,SH dalam hal ini selaku tergugat 5.
Pada tahun 2007 Syafri St. Pangeran menjual sebagian tanah kepada Pemko Bukittinggi dan baru sebagian yang diserahkan kepada Penggugat. Berangkat dari masalah itu, Penggugat menggugat Para Tergugat untuk mendapatkan haknya kembali.
Dalam gugatan pokok Yayasan Fort de Kock di PN Bukittinggi dalam perkara No. 28/Pdt.G/2019/PN Bkt, tanggal 11 Maret 2020, Majelis Hakim PN Bukittinggi telah mengabulkan gugatan dengan menyatakan: PPJB yang dibuat untuk pembelian tanah di Bukit Batarah berlaku mengikat dan sebagai undang-undang. Dalam putusan PN Bukittinggi menyebutkan bahwa Pemko Bukittinggi adalah sebagai bentuk pembeli yang tidak beritikad baik sehingga tidak perlu dilindungi oleh hukum. (RJA)