Semangat Inovasi - KliKata.co.id

Menelisik Sumatera Barat: Poros Kekuatan Nasional di Balik Pemimpin Tanpa Gagasan
Ilustrasi Pixabay
Gagasan Apa

Menelisik Sumatera Barat: Poros Kekuatan Nasional di Balik Pemimpin Tanpa Gagasan

Mohammad Aliman Shahmi,M.E.*

Rabu, 09 Oktober 2024 18:36 WIB

Klikata.co.id|Sebagai daerah yang dikenal memiliki sejarah panjang dalam kancah politik nasional, Sumatera Barat kini menghadapi tantangan besar dalam menemukan pemimpin yang mampu membawa terobosan di tengah ketergantungan pada pusat kekuasaan. Bagaimana kita dapat menjawab tantangan ini, sementara potensi besar Sumatera Barat terancam oleh gagasan yang kurang otentik dan bencana alam yang selalu mengintai?

Sumatera Barat, yang dikenal sebagai pusat intelektual dan penggerak politik nasional di masa lalu, kini berada dalam situasi yang memprihatinkan. Pemilihan gubernur mendatang tampaknya terperangkap dalam krisis kepemimpinan dan gagasan politik yang stagnan. Para calon yang muncul tidak menawarkan visi besar atau terobosan yang berani untuk mengatasi tantangan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang kian mendesak. Alih-alih membawa gagasan kreatif yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah, mereka lebih mengedepankan kedekatan politik dengan pusat, seolah itu menjadi satu-satunya jalan menuju kemenangan.

Sejarah panjang Sumatera Barat sebagai daerah yang pernah menjadi pusat pergerakan intelektual nasional seakan memudar dalam Pilkada 2024. Para kandidat gubernur, yang seharusnya menjadi sumber harapan baru bagi masyarakat, justru menampilkan visi yang seragam dan tidak menawarkan gebrakan yang signifikan. Hal ini terlihat dari minimnya diskusi mengenai strategi pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal, pengelolaan mitigasi bencana alam, atau transformasi digital yang relevan dengan perkembangan zaman.

Krisis kepemimpinan ini tidak hanya mencerminkan lemahnya kapasitas individu para kandidat, tetapi juga menunjukkan adanya masalah mendasar dalam struktur politik lokal Sumatera Barat. Ketergantungan yang berlebihan pada pusat kekuasaan dan kurangnya kemandirian dalam perumusan kebijakan menciptakan stagnasi dalam inovasi dan pengambilan keputusan strategis. Minimnya diskusi mengenai isu-isu penting seperti pengembangan ekonomi lokal, mitigasi bencana, dan transformasi digital mengindikasikan bahwa politik daerah lebih berfokus pada agenda jangka pendek dan populis, daripada solusi jangka panjang yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini menghambat potensi besar Sumatera Barat untuk berkembang secara mandiri, sementara tantangan-tantangan kritis, seperti bencana alam dan modernisasi ekonomi, terus meningkat tanpa solusi yang memadai dari para pemimpin lokal.

Ketergantungan pada Pusat: Menyusutnya Kemandirian Gagasan

Ketergantungan politik lokal Sumatera Barat pada akses ke pusat kekuasaan semakin mengikis otonomi daerah dan memperlihatkan dampak negatif terhadap pembangunan. Meski dalam periode 2021-2024 Sumatera Barat menerima alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) mencapai Rp12 triliun per tahun, efektivitas penggunaannya dipertanyakan. Berdasarkan laporan Bappeda Sumatera Barat 2023, 72% anggaran tersebut digunakan untuk belanja rutin dan administratif, meninggalkan hanya 28% untuk pembangunan strategis berbasis pemberdayaan masyarakat, yang seharusnya menjadi fokus utama pembangunan daerah.

Akibat alokasi anggaran yang tidak optimal, sektor-sektor penting seperti agrikultur dan ketahanan pangan mengalami stagnasi. Sumatera Barat, yang memiliki potensi agrikultur besar, belum mampu mengembangkan strategi ketahanan pangan berkelanjutan. Data BPS 2023 menunjukkan sektor pertanian menyumbang 34% PDB Sumatera Barat, namun produktivitasnya menurun dalam lima tahun terakhir. Minimnya investasi infrastruktur dan teknologi menjadi penyebab utama masalah ini, yang seharusnya diatasi melalui program pembangunan daerah yang lebih inovatif.

Krisis inovasi ini juga diperparah oleh kurangnya program dukungan untuk petani lokal. Produktivitas sawah menurun dari 5,6 ton per hektar pada 2019 menjadi 5,3 ton pada 2023, menunjukkan bahwa Sumatera Barat belum mampu memaksimalkan insentif yang diberikan pemerintah pusat. Ketidakmampuan calon gubernur untuk menawarkan solusi konkret dalam diskusi Pilkada 2024, terutama terkait ketahanan pangan, semakin menghambat potensi daerah untuk berkembang secara mandiri dan berkelanjutan.

Membangun Ulang Gagasan dari Akar Budaya

Sumatera Barat, dengan budaya dan tradisi Minangkabau yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan musyawarah, seharusnya mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang berani dan visioner. Namun, realitasnya, kebijakan dan program yang diusung oleh para calon gubernur lebih sering merupakan daur ulang dari kebijakan pusat tanpa ada sentuhan lokal yang inovatif. Hal ini diperparah oleh kurangnya ruang bagi tokoh-tokoh muda yang mungkin memiliki gagasan segar untuk tampil dalam politik lokal.

Sebagai daerah yang rawan bencana, Sumatera Barat memerlukan pemimpin yang tidak hanya bisa menanggulangi masalah dalam jangka pendek, tetapi juga mampu menyusun strategi mitigasi bencana berbasis teknologi dan partisipasi masyarakat. Sayangnya, calon-calon yang muncul belum ada yang memberikan perhatian serius pada topik ini, meski Sumatera Barat secara geografis merupakan daerah yang rentan terhadap gempa dan tsunami.

Krisis kreativitas ini hanya dapat diatasi dengan menciptakan ekosistem politik yang mendukung lahirnya gagasan-gagasan baru. Pendidikan politik bagi masyarakat, terutama generasi muda, harus difokuskan pada pentingnya gagasan dan inovasi dalam membangun daerah. Perguruan tinggi, sebagai pusat pengembangan ilmu, harus lebih terlibat dalam proses politik lokal, memberikan masukan berbasis penelitian dan inovasi untuk para calon pemimpin.

Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam proses politik harus lebih ditekankan, bukan hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai penentu arah kebijakan. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan harus diperluas agar suara mereka benar-benar terdengar. Sebagai contoh, inisiatif program "Musrenbang Digital" yang diluncurkan di beberapa provinsi dapat dijadikan model untuk Sumatera Barat. Program ini memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam musyawarah perencanaan pembangunan daerah secara daring, memudahkan penyampaian aspirasi dan ide-ide dari seluruh kalangan.

Sumatera Barat saat ini berada di persimpangan jalan. Pemilihan gubernur bukan hanya soal memilih pemimpin baru, tetapi juga soal memilih arah pembangunan yang akan ditempuh dalam lima tahun ke depan. Tanpa gagasan otentik dan kreatif, Sumatera Barat akan terus tertinggal, hanya menjadi pengikut kebijakan pusat tanpa mampu menawarkan solusi lokal yang relevan. Saatnya masyarakat Sumatera Barat menuntut lebih dari para calon pemimpin mereka bukan hanya janji politik, tetapi visi yang jelas dan berani untuk masa depan yang lebih baik.

*Mohammad Aliman Shahmi,M.E.

Dosen UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Komentar
Artikel Lain
Berita Terbaru